Kamis, 07 Januari 2010

terlalu banyak permasalahan dalam tubuh satpol pp


Dari hasil penelitian tim Imparsial, lembaga pemantau hak asasi manusia di Indonesia, ada tiga permasalahan besar di dalam tubuh oleh Satpol PP yang kewenangannya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Tindak kekerasan dan pelanggaran HAM, konflik sesama aparat, serta korupsi," kata Al Araf, koordinator peneliti Imparsial dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/6).

Dalam makalah hasil penelitian Imparsial terhadap Satpol PP, tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil terjadi hampir merata di seluruh Indonesia yang meliputi penangkapan, pemukulan, pengusiran paksa, penggusuran secara kasar, pembakaran properti warga, pengeroyokan, penyerangan hingga penganiayaan yang menyebabkan warga meninggal.

Al Araf menjelaskan, korban kekerasan Satpol PP adalah kelompok masyarakat lemah, mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang pasar, joki three in one, gelandangan, pengemis, anak jalanan, parkir, PSK, waria, penambang liar, pengeruk tanah, keramba ikan, hingga tempat-tempat hiburan.

"Brutalisasi Satpol PP terhadap sipil selalu dibungkus dengan upaya melakukan penertiban umum untuk menegakkan perda," katanya.

Fakta lain adalah tindak kekerasan terhadap para pembela HAM (human right defender) yaitu mahasiswa, aktivis LSM, dan jurnalis. "Ada beberapa kasus seperti demo mahasiswa yang diarahkan ke kantor kepala daerah selalu dihadapi oleh Satpol PP dan berakhir kekerasan serta kepada jurnalis ketika mencari berita," ungkapnya.

Permasalahan kedua adalah, konflik sesama aparat. Hasil penelitian Imparsial, kekerasan Satpol PP juga terjadi kepada penegak hukum lain, seperti jaksa dan polisi. "Bentrokan dengan sesama aparat terjadi karena kesalahpahaman dalam melaksanakan tugas yang cenderung dihadapi secara fisik, emosional pribadi, dan ego sektoral antar lembaga," katanya.

Permasalahan ketiga adalah korupsi. Menurut Al Araf, modus utama korupsi di organisasi Satpol PP adalah penyelewengan anggaran rutin dan anggaran kegiatan Satpol PP yang dialokasikan dalam APBD. "Dengan cara membuat laporan keuangan yang telah di markup atau bahkan membuat laporan fiktif tanpa kegiatan," lontarnya.

Akar permasalahan di dalam organisasi Satpol PP, kata Al Araf, adalah longgarnya ketentuan hukum yang tidak memberikan batasan memadai terhadap Satpol PP terutama dari sisi tugas, wewenang, organisasi, jumlah personel, dan peralatan yang digunakan.

Selain itu, kata Al Araf, adanya kegagalan tata kelola pemerintahan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan tidak menerapkan prinsip good governance dalam membuat kebijakan daerah serta menerapkannya.

Permasalahan lain adalah, peraturan daerah dinilai tidak demokratis yang proses pembuatannya sedikit sekali melibatkan masyarakat dan hanya merepresentasikan kepentingan kelompok tertentu. "Akhirnya pada proses penegakannya lebih mengedepankan cara-cara represif," ujarnya.

Permasalahan lain adalah penataan ruang yang tidak baik sehingga banyak terjadi penggusuran. "Fakta lain adalah kuatnya perilaku militerisme dan lemahnya profesionalisme serta tumpang tindih kewenangan pengamanan dan penegakan hukum dalam tubuh Satpol PP," lontarnya.

2 komentar:

  1. gak pejabat gak satpol pp semua korupsi!.. ya ampun mau dibawa kmana negara ini?

    BalasHapus
  2. kliatanya korupsi memang sudah mengakar dan membudaya. walaupun sudah diberantas tetapi jika tidak sampai ke akar"nya pasti akan terus tumbuh pada generasi"berikutnya. lebih baik dimulai dari diri kita masing"untuk berkata tidak pada korupsi.

    BalasHapus