Kamis, 07 Januari 2010

waria menuntut kesamaan hak...


Pengurus Harian Arus Pelangi bidang Advokasi dan Hak Asasi Manusia, Leonard Sitompul, mendesak pemerintah segera mengatasi masalah diskriminasi yang terjadi pada waria. Sebab selama ini hak-hak waria selalu diabaikan.

"Padahal pemerintah wajib memenuhi hak setiap warga negaranya, termasuk hak-hak waria," katanya dalam dialog tentang hak waria di sekretariat Arus Pelangi, Jakarta, Kamis.

Contoh disrkiminasi terhadap waria yang paling mencolok, ia menambahkan, terjadi di dunia kerja. Menurutnya, sebagian besar instansi pemerintah, juga swasta, menolak memperkerjakan waria. Padahal, tidak ada satupun undang-undang atau peraturan pemerintah yang melarang waria bekerja di instansi atau perusahaan.

"Jadi seharusnya tidak ada alasan menolak waria bekerja di instansi atau departemen," kata Leonard. Diskriminasi terhadap waria di dunia kerja, ia melanjutkan, membuat para waria terpaksa memilih sektor informal.

Data Arus Pelangi hingga akhir 2005 mencatat setidaknya ada 3 juta waria di Jakarta. Dari jumlah tersebut, tidak
sampai 5 persen yang bekerja di sektor formal. "Itupun banyak yang menyembunyikan kewariaannya," katanya.

Untuk mengikis pendiskriminasian waria, terutama di dunia kerja, pihaknya telah mencoba beraudiensi dengan Komisi II DPR RI, Komnas Ham, serta dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun pemerintah kurang responsif.

Ia mencontohkan, ketika beraudiensi dengan pejabat di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang hak kerja waria, para pejabat disana justru memintanya datang ke Departemen Hak dan Asasi Manusia dulu. "Orang-orang yang duduk di birokrasi tidak paham tentang HAM," katanya.

Disriminasi pemerintah terhadap waria, kata Leonard, juga terlihat dari peraturan yang diberlakukan di beberapa daerah. Di Palembang, ia mencontohkan, ada peraturan yang menyamakan waria dengan pelacur. Akibatnya, banyak waria yang ditangkap dan dikejar-kejar aparat. Dwi Riyanto Agustiar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar