Kamis, 07 Januari 2010

waria yogyakarta demo tolak diskriminasi

Mengaku sering mengalami kekerasan dan pelecehan dari satuan polisi pamong praja, sebanyak 80-an waria mengadu kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta, Senin, (3/5).
Mereka minta anggota dewan lebih memperhatikan nasib para waria dan anak jalanan yang masih termarjinalkan di Kota Yogyakarta. "Kami merasa satpol pp masih melakukan tindakan represif terhadap kami yang mencari nafkah,” kata Agus Sugesti, Koordinator Suara Komunitas untuk Keberagaman (SUKMA) dalam pengaduan mereka ke anggota dewan.

Mereka ditemui Ketua Komisi D DPRD DIY, Nasrullah Krisnam dan berdialog selama sejam. Pada pengaduannya itu, Agus menceritakan, tercatat komunitas jalanan yang mengaku pernah dirazia sepanjang tahun 2009 ini sebanyak 227 orang, mengalami kekerasan 62 orang, mengaku dibuang di tempat yang jauh dari tempat nongkrong 33 orang, mengaku mengalami perusakan dan perampasan peralatan mengamen 70 kali perampasan.
Rully Mallay, salah seorang demonstran, anggota Keluarga Besar Waria Yogyakarta, meminta agar pemerintah mengakomodir semua perbedaan termasuk para waria dan anak jalanan. “Kami mengamen di jalan itu hanya sekedar mempertahankan hidup untuk hari esok, bahkan sering kelaparan,” ujar Rully. Kota Yogyakarta sebagai kota budaya yang menghargai perbedaan, kata Rully, diharapkan menjadi kota yang lebih bisa menerima perbedaan yang ada.

Atas pengaduan itu, Nasrullah minta agar Satpol menghentikan kekerasan yang dialami para waria.

Kepala Dinas Sosial Yogyakarta yang membawai satuan polisi pamong praja, Sulistyo, mengatakan tak ada niatan dari pemerintah untuk melakukan diskriminasi terhadap kaum waria. Sulistyo mengatakan, pemerintah provinsi mulai tahun anggaran ini malah akan memberikan bantuan modal bagi waria dan anak jalanan yang memiliki ketrampilan. Bantuan modal diberikan berupa alat-alat salon atau perkakas bagi yang ingin membuka warung.

terlalu banyak permasalahan dalam tubuh satpol pp


Dari hasil penelitian tim Imparsial, lembaga pemantau hak asasi manusia di Indonesia, ada tiga permasalahan besar di dalam tubuh oleh Satpol PP yang kewenangannya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

"Tindak kekerasan dan pelanggaran HAM, konflik sesama aparat, serta korupsi," kata Al Araf, koordinator peneliti Imparsial dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/6).

Dalam makalah hasil penelitian Imparsial terhadap Satpol PP, tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil terjadi hampir merata di seluruh Indonesia yang meliputi penangkapan, pemukulan, pengusiran paksa, penggusuran secara kasar, pembakaran properti warga, pengeroyokan, penyerangan hingga penganiayaan yang menyebabkan warga meninggal.

Al Araf menjelaskan, korban kekerasan Satpol PP adalah kelompok masyarakat lemah, mulai dari pedagang kaki lima (PKL), pedagang pasar, joki three in one, gelandangan, pengemis, anak jalanan, parkir, PSK, waria, penambang liar, pengeruk tanah, keramba ikan, hingga tempat-tempat hiburan.

"Brutalisasi Satpol PP terhadap sipil selalu dibungkus dengan upaya melakukan penertiban umum untuk menegakkan perda," katanya.

Fakta lain adalah tindak kekerasan terhadap para pembela HAM (human right defender) yaitu mahasiswa, aktivis LSM, dan jurnalis. "Ada beberapa kasus seperti demo mahasiswa yang diarahkan ke kantor kepala daerah selalu dihadapi oleh Satpol PP dan berakhir kekerasan serta kepada jurnalis ketika mencari berita," ungkapnya.

Permasalahan kedua adalah, konflik sesama aparat. Hasil penelitian Imparsial, kekerasan Satpol PP juga terjadi kepada penegak hukum lain, seperti jaksa dan polisi. "Bentrokan dengan sesama aparat terjadi karena kesalahpahaman dalam melaksanakan tugas yang cenderung dihadapi secara fisik, emosional pribadi, dan ego sektoral antar lembaga," katanya.

Permasalahan ketiga adalah korupsi. Menurut Al Araf, modus utama korupsi di organisasi Satpol PP adalah penyelewengan anggaran rutin dan anggaran kegiatan Satpol PP yang dialokasikan dalam APBD. "Dengan cara membuat laporan keuangan yang telah di markup atau bahkan membuat laporan fiktif tanpa kegiatan," lontarnya.

Akar permasalahan di dalam organisasi Satpol PP, kata Al Araf, adalah longgarnya ketentuan hukum yang tidak memberikan batasan memadai terhadap Satpol PP terutama dari sisi tugas, wewenang, organisasi, jumlah personel, dan peralatan yang digunakan.

Selain itu, kata Al Araf, adanya kegagalan tata kelola pemerintahan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan tidak menerapkan prinsip good governance dalam membuat kebijakan daerah serta menerapkannya.

Permasalahan lain adalah, peraturan daerah dinilai tidak demokratis yang proses pembuatannya sedikit sekali melibatkan masyarakat dan hanya merepresentasikan kepentingan kelompok tertentu. "Akhirnya pada proses penegakannya lebih mengedepankan cara-cara represif," ujarnya.

Permasalahan lain adalah penataan ruang yang tidak baik sehingga banyak terjadi penggusuran. "Fakta lain adalah kuatnya perilaku militerisme dan lemahnya profesionalisme serta tumpang tindih kewenangan pengamanan dan penegakan hukum dalam tubuh Satpol PP," lontarnya.

waria menuntut kesamaan hak...


Pengurus Harian Arus Pelangi bidang Advokasi dan Hak Asasi Manusia, Leonard Sitompul, mendesak pemerintah segera mengatasi masalah diskriminasi yang terjadi pada waria. Sebab selama ini hak-hak waria selalu diabaikan.

"Padahal pemerintah wajib memenuhi hak setiap warga negaranya, termasuk hak-hak waria," katanya dalam dialog tentang hak waria di sekretariat Arus Pelangi, Jakarta, Kamis.

Contoh disrkiminasi terhadap waria yang paling mencolok, ia menambahkan, terjadi di dunia kerja. Menurutnya, sebagian besar instansi pemerintah, juga swasta, menolak memperkerjakan waria. Padahal, tidak ada satupun undang-undang atau peraturan pemerintah yang melarang waria bekerja di instansi atau perusahaan.

"Jadi seharusnya tidak ada alasan menolak waria bekerja di instansi atau departemen," kata Leonard. Diskriminasi terhadap waria di dunia kerja, ia melanjutkan, membuat para waria terpaksa memilih sektor informal.

Data Arus Pelangi hingga akhir 2005 mencatat setidaknya ada 3 juta waria di Jakarta. Dari jumlah tersebut, tidak
sampai 5 persen yang bekerja di sektor formal. "Itupun banyak yang menyembunyikan kewariaannya," katanya.

Untuk mengikis pendiskriminasian waria, terutama di dunia kerja, pihaknya telah mencoba beraudiensi dengan Komisi II DPR RI, Komnas Ham, serta dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun pemerintah kurang responsif.

Ia mencontohkan, ketika beraudiensi dengan pejabat di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang hak kerja waria, para pejabat disana justru memintanya datang ke Departemen Hak dan Asasi Manusia dulu. "Orang-orang yang duduk di birokrasi tidak paham tentang HAM," katanya.

Disriminasi pemerintah terhadap waria, kata Leonard, juga terlihat dari peraturan yang diberlakukan di beberapa daerah. Di Palembang, ia mencontohkan, ada peraturan yang menyamakan waria dengan pelacur. Akibatnya, banyak waria yang ditangkap dan dikejar-kejar aparat. Dwi Riyanto Agustiar

Rabu, 06 Januari 2010

tindakan Ruhut menuai komentar

kata "bangsat"yang dilontarkan Ruhut sitompul pada saat rapat pansus kasus bank century dinilai sangat berlebihan oleh sebagian anggota pansus. hal itu sangat tidak pantas dilontarkan didalam sidang atau ditempat manapun. bahkan ada yang mengusulkan untuk membawanya ke Badan Kehormatan.
dari fraksi golkar mengusulkan untuk mengadakan rapat pimpinan agar hal-hal seperti itu tidak terulang kembali.
sementara itu, kekhawatiran tindakan Ruhut sebagai sekenario penggembosan pansus ditepis oleh Chandra Tirta Wijaya. chandra mengatakan jika ada upaya-upaya penggembosan,kita malah semakin solid dan bersatu.
semoga kasus ini cepat terselesaikan dan tidak terulang kembali kasus-kasus seperti ini.

http://www.detiknews.com/read/2010/01/07/011354/1273074/10/anggota-pansus-century-bersuara-soal-ruhut?991102605

pantaskah menjadi contoh?

rapat lanjutan kasus bank century kembali diwarnai pertengkaran dan perang kata-kata kasar antara wakil ketua pansus Gayus Lumbuun dan perwakilan dari fraksi demokrat Ruhut Sitompul. pertengkaran dipicu karena ruhut sitompul merasa wakil ketua pansus tidak adil memberikan alokasi waktu berbicara pada rapat itu. perwakilan dari fraksi PDIP diberi waktu lebih lama dibanding perwakilan dari fraksi-fraksi lain.

mereka berdua saling membentak dan mengeluarkan kata-kata kasar saat sidang berlangsung. saat diwawancarai seusai sidang kedua belah pihak saling membela diri. ruhut mengatakan biarkan saja biar menjadi pembelajaran. sedangkan gayus masih tidak terima dengan perlakuan ruhut dan mengancam akan melaporkan pada pimpinan partai demokrat untuk mengeluarkanya saja jika dia melakukan hal yang sama saat sidang berlangsung.

apaun alasanya kejadian tersebut sangat memalukan dan melukai hati rakyat. dimana wakil rakyat yang seharusnya memberikan contoh yang baik dan dijadikan panutan oleh rakyat malah melakukan hal yang tidak pantas seperti itu. jika di atas saja sudah seperti itu apa lagi di bawah?
apakah emank itu gambaran negara kita sekarang, sungguh ironis memang.

Harga minyak dunia melambung lagi

sekarang ini dapat kita lihat tingginya konsumsi BBM di masyarakat. ditambah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan daya beli masyarakatpun ikut meningkat khususnya kendaraan bermotor. tidak adanya kontrol dari pemerintah akan penjualan kendaraan bermotor membuat konsumsi BBM tidak terkendali khususnya premium dan solar karena minyak tanah sudah banyak di konversi ke gas LPG.

harga minyak dunia akhir-akhir ini mulai melambung,bahkan sudah menyentuh US$ 81 per barel. angka itu jauh dari ambang batas asumsi harga minyak pada APBN 2010 yang sebesar US$ 65. pemerintah mulai khawatir akan hal ini karena pengeluaran untuk subsidi BBM pasti akan meningkat pesat.

dengan adanya fenomena tersebut menurut saya, pemerintah harus melakukan kontrol terhadap penjualan kendaraan bermotor agar jumlah kendaraan bermotor tidak terus meningkat secara cepat sehingga konsumsi BBM dapat terkendali. selain itu sarana transportasi umum juga memiliki peran dalam mengurangi konsumsi BBM khususnya premium dan solar. jika tarif sarana transportasi umum murah dan pelayananya baik bukan tidak mungkin masyarakat lebih memilih menggunakannya daripada kendaraan pribadi. namun semua ini tidak akan ada artinya tanpa adanya kessadaran dari masing-masing individu untuk keluar dari masalah ekomnomi yang disebabkan oleh harga minyak dunia yang terus melambung.

Selasa, 29 Desember 2009

legalitas pakaian bekas

Awul-awul adalah sebutan untuk baju import bekas yang dijual jauh lebih murah. Disebut awul-awul karena baju-baju import bekas tersebut tergeletak dan ditumpuk begitu saja sehingga menjadi berantakan atau awul-awulan. Ditambah lagi, jika pembeli ingin memilih baju, mereka harus mengawul-awul terlebih dahulu.
Awul-awul memang menawarkan berbagai kelebihan diantaranya harga yang super murah, apalagi jika dibanding produk lokal yang harganya jauh lebih mahal. Misalnya saja kaos import bekas yang kualitasnya masih bagus hanya dihargai Rp 15 ribu per potong. Harga tersebut bila dibandingkan dengan harga pakaian serupa tetapi baru yang dipajang di berbagai departement store harganya bisa bisa mencapai Rp 300 ribu.
'Bisnis baju impor' atau 'baju bekas' ini memang tumbuh subur di daerah sub-urban perkotaan, karena karakter konsumennya yang ingin tampil serba branded dengan SES (Social Economic Size) B dan C. Bahkan untuk kelas ekonomi A pun seringkali rela berdesak-desakkan, untuk mencari baju atau aksesoris yang mereka inginkan di tempat tersebut.
Keputusan ada di tangan masing-masing orang. Kita sebagai warga negara Indonesia selayaknya mencintai dan menghargai produk dalam negeri. Namun, bagaimana dengan mereka yang hanya bisa menjangkau barang-barang bekas itu. Akankah dilarang?